*II. Hakikat Ke-Dua suami dan Istri*
Jika dalam ayat sebelumnya suami dan istri memiliki peran sama yakni pakaian, di dalam QS. Al Baqarah ayat 223, Allah menjelaskan peebedaan hakikat antara suami dan istri. Istri diibaratkan sebagai ladang, dan suami diibaratkan sebagai yang menanam (petani).
Ayat ini memiliki dua tafsiran makna umum.
a. Dalam kaitannya dengan membuahkan keturunan yang baik.
Seorang petani yang ulung, maka ia akan memilih
- lahan terbaik (wanita sebagai istrinya)
- mempersiapkan lahan dengan perawatan terbaik
- benih terbaik (dari dirinya)
- di saat terbaik (bukan waktu yg diharamkan, terjaga, dsb)
- dengan cara terbaik (silahkan pelajari adab2 ibadah khusus suami istri)
Setelah benih tertanam pun, maka petani ulung akan
- memberikannya perawatan terbaik
- lingkungan terbaik
- mempersiapkan panen dengan cara terbaik
dst.
Maka, seluruh proses sejak memilih pasangan hingga anak menjadi besar adalah *satu kesatuan utuh* dari harapan menuai keturunan yang shalih dan shalihah.
*b. Menanam dalam kaitannya membuahkan amal shalihah dari kalimah thayyibah.*
Makna kedua dari mananam di ladang adalah secara maknawi seorang suami akan menuai benih yang ia tanamkan agar menjadi pohon yang kuat, berbuah lebat, dapat dipetik sepanjang masa.
Di dalam Al Quran, *benih terbaik* yang dapat kita tanam adalah *kalimatan thayyibah*, perkataan2 yang baik (lihat QS. Ibrahim: 24).
Seorang suami bertanggung jawab merawat, membina, membimbing istrinya dalam hal kebaikan.
Seorang petani yang ulung, akan
- memilih lahan terbaik (wanita shalihah)
- mengenali jenis tanah yang akan ia tanam (proses saling mengenal sepanjang masa)
- Benih apa yang akan ia tanam (nasehat2 kebaikan)
- kapan masa terbaik untuk menanam (seni dalam menasehati)
- bagaimana cara perawatan terbaik (pembinaan istri)
- kapan harus dituai dst.
Buah yang dapat dipetik sepanjang masa adalah buah yang dapat hidup dan merekah di berbagai musim, musim panas, dingin, semi, gugur, kering, hujan.
Apabila seorang suami mampu membina seorang wanita sebagai istrinya dengan pembinaan terbaik,
niscaya ia akan menuai buah keberkahan bertambah-tambah, dalam 'musim' apapun, keadaan sulit dan lapang, senang dan sedih, kaya dan cukup, dan seterusnya.
Pohon yang kuat adalah yang akarnya memancar ke bumi, dan cabangnya memancar ke langit. Maka istri yang dituju adalah istri yang kuat pegangannya kepada Allah SWT, yang keberkahannya meluas ke mana2, meneduhkan yang berteduh, memberi buah bagi yang membutuhkan.
Maka, hakikat seorang suami bukan hanya memberi nafkah lahir bathin, namun juga merawat ladang yang Allah titipkan padanya, agar tercapai kebahagiaan dunia akhirat atasnya.
Jika dalam ayat sebelumnya suami dan istri memiliki peran sama yakni pakaian, di dalam QS. Al Baqarah ayat 223, Allah menjelaskan peebedaan hakikat antara suami dan istri. Istri diibaratkan sebagai ladang, dan suami diibaratkan sebagai yang menanam (petani).
Ayat ini memiliki dua tafsiran makna umum.
a. Dalam kaitannya dengan membuahkan keturunan yang baik.
Seorang petani yang ulung, maka ia akan memilih
- lahan terbaik (wanita sebagai istrinya)
- mempersiapkan lahan dengan perawatan terbaik
- benih terbaik (dari dirinya)
- di saat terbaik (bukan waktu yg diharamkan, terjaga, dsb)
- dengan cara terbaik (silahkan pelajari adab2 ibadah khusus suami istri)
Setelah benih tertanam pun, maka petani ulung akan
- memberikannya perawatan terbaik
- lingkungan terbaik
- mempersiapkan panen dengan cara terbaik
dst.
Maka, seluruh proses sejak memilih pasangan hingga anak menjadi besar adalah *satu kesatuan utuh* dari harapan menuai keturunan yang shalih dan shalihah.
*b. Menanam dalam kaitannya membuahkan amal shalihah dari kalimah thayyibah.*
Makna kedua dari mananam di ladang adalah secara maknawi seorang suami akan menuai benih yang ia tanamkan agar menjadi pohon yang kuat, berbuah lebat, dapat dipetik sepanjang masa.
Di dalam Al Quran, *benih terbaik* yang dapat kita tanam adalah *kalimatan thayyibah*, perkataan2 yang baik (lihat QS. Ibrahim: 24).
Seorang suami bertanggung jawab merawat, membina, membimbing istrinya dalam hal kebaikan.
Seorang petani yang ulung, akan
- memilih lahan terbaik (wanita shalihah)
- mengenali jenis tanah yang akan ia tanam (proses saling mengenal sepanjang masa)
- Benih apa yang akan ia tanam (nasehat2 kebaikan)
- kapan masa terbaik untuk menanam (seni dalam menasehati)
- bagaimana cara perawatan terbaik (pembinaan istri)
- kapan harus dituai dst.
Buah yang dapat dipetik sepanjang masa adalah buah yang dapat hidup dan merekah di berbagai musim, musim panas, dingin, semi, gugur, kering, hujan.
Apabila seorang suami mampu membina seorang wanita sebagai istrinya dengan pembinaan terbaik,
niscaya ia akan menuai buah keberkahan bertambah-tambah, dalam 'musim' apapun, keadaan sulit dan lapang, senang dan sedih, kaya dan cukup, dan seterusnya.
Pohon yang kuat adalah yang akarnya memancar ke bumi, dan cabangnya memancar ke langit. Maka istri yang dituju adalah istri yang kuat pegangannya kepada Allah SWT, yang keberkahannya meluas ke mana2, meneduhkan yang berteduh, memberi buah bagi yang membutuhkan.
Maka, hakikat seorang suami bukan hanya memberi nafkah lahir bathin, namun juga merawat ladang yang Allah titipkan padanya, agar tercapai kebahagiaan dunia akhirat atasnya.